KENANGAN si KAKI EMPAT
Ingat kah kah kau..
Dari setiap segi dan siku yang kau pahat
Dari setiap inci tubuh yang kau sentuh
Dan dari setiap kakiku yang kau jamah
Aku merindukannya..
Aku mengingat..
Saat kau berkata akulah yang paling cantik
Kau sapu tubuhku dengan pernis-pernis perak
Saat matahari menyinari tubuhku yang berkilau..
Aku merelakannya.. untukmu..
Untuk peluh yang mengalir ditubuhmu
Dan untuk senyum kemenanganmu
Tetapi aku tak mau mengingat..
Saat kau menawarkan aku pada mereka
Kau bariskan aku diantara si rapuh dan si tua
Berhadapan dengan dinding kaca tanpa setetes noda
Tahukah kau..
Aku tidak merelakannya..
Setiap hempasan tubuh yang menindihku
Membuat batinku menjerit
Setiap decitan yang tertahan
adalah desahan sebuah pengekangan
Dan aku mengingatmu..
KAMI
Kami memang lusuh
Kotor dan terbuang
Reot berselimut debu
Lembab bermandikan hujan
Tetapi sadarkah dulu..
Disetiap inci tulang kalian
Bersandar pada kami
Saat kotor dan merasa terbuang
Kami tidak meninggalkan
Kami juga tidak membalas
Setiap hempasan yang memberi beban
Setiap dorongan dengan decitan
Tetapi kalian meninggalkan
Hey.. sadarlah
Setiap beban tubuh kalian
Disitu ada peluh tubuh kami
Disitu ada jasa kami
STASIUN IMAN
Berdiri melawan riuh
Melihat padat keramaian
Bertopang mengernyitkan peluh
Ketika sopir pelantun ayat mulai berkumandang
Para awak berhirau aurat
Saling berlari berebut kursi
Klason bus yang mulai bernyanyi
Menuju jejalan kaki penuju taubat
Jadwal keberangkatan yang terlihat
Memudarkan aktivitas sang pendatang
Diantara pemilik yang mencuci roda dan wajah kacanya
Terdengar lantunan suci pemusik bersorban
Sekiranya penumpang bermurah hati
menjatuhkan keping dalam kalengan amal
hanya DIA yang dapat membalas
sang pemilik stasiun iman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar